Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022

Galau-Is-Me

  Pagi ini kopi terasa lebih pahit dari biasanya Aku merenung, apa yang salah pada caraku menjalani hidup akhir-akhir ini Sedikit kurang nyaman, mengajar pun hambar Aku kehilangan semangat Tapi tetap berusaha menjalani apa yang menjadi kewajiban Kutukan siapa yang melekat Sumpah serapah mana yang terlontar Atau doa orang mana yang mungkin aku dzolimi Apa mungkin tentang perempuan yang tersakiti Yang semesta kurang meridhai   Apa yang salah? Adakah yang keliru? Orang baik masih aku temui Rutinitas positif masih aku jalani Lalu apa? Mengapa begitu hambar?   Aku bosan Hidup masih cukup berantakan Tidak ada kemajuan Tidak ada kepastian dalam waktu dekat Aku mengkhawatirkan masa depan Tolong sampaikan padaku? Apa aku salah? Apa langkahku keliru? Ini aku semakin menua, semakin hilang arah Siapa yang bisa aku jadikan pegangan? Tokoh mana yang bisa menuntunku, menasihatiku, mengarahkanku pada jalan yang benar? Atau kebenaran akan menunjukkan

Menguji Tuhan

Setiap Kamis malam aku rutin mengikuti majlisan, entah majlis sholawat, masjlis dzikir, atau majlis ilmu (pengajian). Kamis kemarin awalnya aku berencana ikut pengajian di Girikusumo. Sudah lebih dari dua bulan nggak ke Girikusumo. Alasannya sederhana, kalau ke Giri itu pulangnya malam, bisa sampai pukul satu dini hari. Padahal esoknya aku harus kerja seperti biasa. Khawatinya nanti malah ngantuk di kerjaan, kurang profesional, dan kurang nyaman juga. Nah awalnya emang mau ke Giri, tapi selepas sholat Isya adik dan teman-teman asrama ngajak majlisan di Masjid At-Taufiq Srondol Banyumanik. Kebetulan malam itu ada tamu spesial dari Palestina dan Hadramaut. Baraa Masoud, artis nasyid dan qari internasional dari Palestina. Satu lagi yang dari Hadramaut adalah seorang ulama, maaf aku lupa nama beliau. Karena ewuh (sungkan) sama teman-teman, aku pun mengiyakan ajakan mereka. Pikirku, ya sudah nanti ke Girinya bisa di malam jumat berikutnya. Gasss otw ke Masjid At-Taufiq. Sebelumnya mem

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b

Sadari

Kalau sudah tiada baru terasa Bahwa kehadirannya sungguh berharga ... Stop! Kali ini bukan bermaksud mendendangkan lagu, ini sebatas pengantar saja. Bahwa, seringkali kita telat menyadari berharganya sebuah kehadiran setelah kita kehilangan. Tidak hanya tentang pasangan, ini berlaku untuk segala hal. Kita baru menyadari sehat itu mahal setelah sakit, rukun itu indah setelah kita berantem, masa SMA itu menyenangkan setelah kita berkeluarga... ah rasanya tidak akan ada habisnya jika diuraikan. Yaps... Pada intinya kali ini adalah tentang kesadaran atas kenikmatan. Diawali dengan kalimat sederhana, Bahagia itu bukan dicari, tapi disadari.   Bukan kita tidak diberi bermacam bahagia, bahkan dalam kesedihan sekalipun ternyata Allah masih sertakan banyak kebahagiaan. فان مع العسر يسرا "Maka sesungguhnya bersama kesukaran terdapat kemudahan." (QS. Al Insyirah: 5) Dalam tata bahasa Arab, kata العسر termasuk isim ma'rifat berati khusus (selaras dengan sedik

Ibuku Sayang Ibuku Malang

  Buat kita-kita yang masih sering ngremehin ibu. Stop uy. Semasa SD, ibu menyuruh kita sekolah dan belajar yang rajin. Kita malah malas-malasan dan asyik bermain, karena kita menganggap belajar itu membosankan. Di balik itu, ibu tahu hinanya diremehkan sebab tidak berpendidikan, ibu tahu lelahnya mencari kerja tanpa ijazah dan pengetahuan. Semasa SMP, ibu sering menyuruh kita untuk membeli bumbu dapur, minyak, kerupuk, obat nyamuk, dan kebutuhan lainnya. Kita malah bermuka masam, seolah tidak suka diberi perintah. Kita menyalahkan ibu, kenapa selalu kita yang diperintah padahal ada kakak dan adik. Di balik itu, ibu sedang mengajarkan kita untuk terbiasa bekerja keras. Sebab, ibu tahu masa depan kita belum pasti. Ibu khawatir kita tidak mampu melawan kerasnya hidup. Kita tidak tahu, perlakuan ini juga sudah dirasakan kakak kita, sedang pada adik kita hanya menunggu gilirannya. Semasa remaja, ibu melarang kita berpacaran, ibu juga melarang kita pulang malam. Kita merasa ibu tidak

Nguri-uri

Seperti biasa, selepas bangun subuh kusempatkan mengecek ponsel terlebih dahulu. Aku matikan mode pesawat dan menyalakan data seluler. Klenting , suara notifikasi pesan masuk di WhatsApp. Memang lebih banyak pesan WhatsApp Grub, namun tetap ada pesan pribadi walau bisa dihitung jari. Di urutan teratas ada pesan dari Ketum, atau lebih tepatnya kawan sekaligus junior di organisasi. Katanya sih mau berangkat forum training dan lagi butuh support materiil. Seusai baca pesan, tanpa pikir panjang langsung kubalas “ Siap, ane usahakan nanti ”. Ini bukan karena baru bangun tidur dan belum sadar yah, seolah mengiyakan tanpa pertimbangan. Tapi memang sedari awal, eh entah sedari kapan, sudah tertanam dalam diri untuk senantiasa siap membantu materiil demi perkaderan organisasi. Wkwk berlebihan sih ini. But, it's no problem. Akan ada jalan unik bagi mereka yang berniat baik. Selalu ada alasan menarik mengapa senior berbuat baik. Hehe… aku tidak pernah mempertimbangkan entah nantinya dia mau m

Hutangku ...

  Baru tersadar, agaknya hutangku cukup banyak pada negara. Bukan tentang jasa para pahlawan yang tentu tidak akan pernah mampu kuhitung apalagi kubalas (kulunasi). Ini real tentang hutang uang. Aku benar-benar punya hutang pada negara semasa kuliah. Kalau hendak dihitung mungkin kisaran 48 juta. Emang hutang apa sih? Bagi kalian yang satu nasib dan satu perjuangan denganku pasti tahu. Yups, hutang Bidikmisi, Beasiswa Pendidikan Miskin dan Berprestasi atau sekarang telah berganti nama menjadi beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah). Bagi kami yang menerima tahu betul berapa jumlah besaran beasiswanya, satu juta perbulan atau enam juta persemester. Nominal tersebut tidak semua kami terima untuk uang bulanan, sebagian langsung terpotong untuk membayar UKT kampus sebesar 2,4 juta. Jadi uang jajan yang kami terima sebesar 3,6 juta persemester atau 600 ribu perbulan. Cukup lumayan untuk biaya hidup di Ngaliyan yang tergolong murah. Bagiku beasiswa itu hutang yang harus dilun

Aja Ilang Hasrine

  Mungkin kita pernah dengar sebuah petuah Jawa, “ Wong Jawa Aja Ilang Jawane ”, artinya seorang yang bersuku Jawa mau bagaimanapun kondisi dan tempatnya tetap jangan sampai kehilangan karakter Jawa-nya. Ia harus tetap menjunjung tinggi nilai dan budayanya. Karakter Jawa yang terkenal santun, ramah, baik, dan saling menolong. Berkaca dari petuah tersebut, aku jadi teringat pesan di pesantren dulu. Iya, kebetulan dulu aku sempat mengenyam pendidikan di pesantren selama tiga tahun, tepatnya di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Tarub Tegal atau kami biasa menyebut Pondok “Hasri”. Aku teringat satu pesan mendalam, Aja Ilang Hasrine . Maknanya pun selaras dengan petuah Jawa yang aku singgung di awal, sebagai alumni tidak boleh meninggalkan nilai-nilai yang diajarkan dari pesantren. Entah menjadi siapapun kita di masyarakat, jiwa santrinya harus tetap melekat. Bukan sebatas simbol sarung dan peci/kopyah, namun lebih dari itu. Jiwa santri mencakup kepribadian yang sholeh , mandiri, pekerja kera