Mungkin kita pernah dengar sebuah petuah Jawa, “Wong Jawa Aja Ilang
Jawane”, artinya seorang yang bersuku Jawa mau bagaimanapun kondisi dan
tempatnya tetap jangan sampai kehilangan karakter Jawa-nya. Ia harus tetap
menjunjung tinggi nilai dan budayanya. Karakter Jawa yang terkenal santun,
ramah, baik, dan saling menolong. Berkaca dari petuah tersebut, aku jadi teringat
pesan di pesantren dulu. Iya, kebetulan dulu aku sempat mengenyam pendidikan di
pesantren selama tiga tahun, tepatnya di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Tarub
Tegal atau kami biasa menyebut Pondok “Hasri”. Aku teringat satu pesan mendalam,
Aja Ilang Hasrine. Maknanya pun selaras dengan petuah Jawa yang aku
singgung di awal, sebagai alumni tidak boleh meninggalkan nilai-nilai yang
diajarkan dari pesantren. Entah menjadi siapapun kita di masyarakat, jiwa
santrinya harus tetap melekat. Bukan sebatas simbol sarung dan peci/kopyah,
namun lebih dari itu. Jiwa santri mencakup kepribadian yang sholeh,
mandiri, pekerja keras, kuat, santun, tawadhu, dan neriman (ikhlas).
Agaknya aku perlu singgah sejenak ke pesantren, mungkin besok atau
lusa. Singgah sebatas untuk mengelilingi tiap sudut asrama dan ruang kelas,
mengingat kisah-kisah yang membekas, candaan-candaan ala pesantren yang khas,
dan ejekan-ejekan ringan penuh sarkas.
Lagi-lagi aja ilang hasrine, pesan yang kini semakin luntur
dari ingatan. Teramat banyak ajaran-ajaran dan amalan-amalan pesantren yang
telah aku tinggalkan. Dari sekian banyak ajaran atau amalan, mungkin hanya
tersisa satu yang berusaha aku jaga penuh keyakinan, amalan membaca QS.
Al-Waqiah setiap malam. Meskipun pada praktiknya belum tergolong sempurna, namun
tetap berusaha aku jaga. Jika aku kelupaan atau memang lagi malas baca, segera
aku ganti esoknya.
Barangkali ada yang iseng bertanya, apakah amalan Waqiah memberi
pengaruh pada kehidupan?
Untuk urusan itu aku tidak tahu dan tidak berusaha mencari tahu. Pada
prinsipnya aku percaya bahwa apapun yang diajarkan di pesantren adalah
kebaikan. Maka berusaha menjalankan amalan yang diajarkan adalah wujud
kepercayaan. Santri mengamalkan Waqiah bukan bermaksud mencari manfaat
duniawi, tapi lebih kepada menjalankan apa yang ia yakini sebagai identitas
diri. Begitupun aku, meyakini amalan Waqiah sebagai salah satu identitas
diri santri Hasri. Meski belum sempurna mengamalkan aku tetap berusaha “aja
ilang Hasrine”. Jika toh ada alumni yang memilih identitas lain ya silahkan,
banyak amalan-amalan dari Pondok Hasri, seperti: Nailul Muna, Asmaul Husna,
Al-Mulk, Yasiin, Ar-Rahman, dan lainnya. Dalam konteks ini yang berusaha
aku sampaikan adalah mau jadi apapun atau di kondisi bagaimanapun, tetap jaga
identitas diri sebagai santri Hasri.
Tentang Waqiah, memang aku tidak bisa mengklaim bahwa amalan
tersebut hanya ada di Pondok Hasri. Sebab banyak ulama pula yang mengajarkan
amalan ini. Toh dalilnya pun jelas, Nabi Saw. bersabda:
“Barangsiapa membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam maka dia tidak
akan jatuh miskin selamanya.” (HR. Baihaqi)
– Keterangan; Sebagian ulama hadits menghukumi kualitas hadis
tersebut dhoif (lemah).
Terlepas dari banyak ulama yang mengajarkan amalan tersebut, aku
tetap menganggapnya bagian dari amaliyah Pondok Hasri, karena kali pertama aku
dapat amalannya dari Pondok Hasri.
Semarang, 8
Maret 2022
Komentar
Posting Komentar