Langsung ke konten utama

Sia-sia


Fakta bahwa kamu banyak yang suka atau banyak yang ngejar adalah kebahagiaan tersendiri bagiku. Karena itu berarti aku tidak perlu khawatir berlebihan jika suatu saat nanti takdir memisahkan jalan kita.

Bukankah sedari awal kita tidak saling menjanjikan apa-apa? Hanya sebatas teman yang berusaha sejalan, melangkah beriringan, dan saling support. Sayangnya, lagi-lagi salah satu pihak melibatkan perasaan terlalu jauh. Hal yang paling aku wanti-wanti di awal pada akhirnya terjadi juga.

Sebenarnya kamu sayang nggak sih? Pertanyaan yang akhirnya terlontar sebagai wujud dari kebutuhan akan kepastian. Untuk ke sekian kalinya aku tidak bisa berkata-kata. Penjelasan yang coba aku utarakan hanya berputar di isi kepala. Aku dengan mulut yang membisu dan mata yang mulai berkaca-kaca, semoga mampu ditangkap sebagai jawaban.

Kita satu frekuensi, memiliki kesamaan dalam banyak hal. Sepertinya kita juga saling membutuhkan, saling berbagi kebaikan, dan banyak saling-saling lainnya. Tapi apakah lantas kita harus bersama untuk ke depannya?

Sejujurnya aku sudah cukup lelah dalam urusan asmara. Capek kali lah awak ini.

Cukup nyaman menjalani relasi tanpa embel-embel apapun. Ya mungkin status teman yang paling nyaman untuk dijalani. Seru-seruan menikmati roda kehidupan, mengatasi masalah hanya dengan diam. Terus berpura-pura tertawa sampai luka menutup dengan sendirinya.

Aku sudah banyak masalah di sisi kehidupan yang lain. Jika memungkinkan di urusan asmara tidak perlu lah menambah masalah. Apa salah kalau semua hubungan hanya aku nikmati sebagai pertemanan? Apa salah kalau aku menganggap status pasangan justru mengekang banyak hal? Memang, bahkan dalam agama pun mengekang itu bermakna membatasi untuk kebaikan. Satu hubungan yang langgeng lebih baik ketimbang banyak hubungan yang tidak jelas arahnya ke depan.

Tentang kamu, aku menyukai dan mengagumi banyak hal dalam dirimu. Perempuan super duper keren, dari gaya berpenampilan, gaya bicara, pemikiran, dan tentu dalam kebaikan. Namun hal pahitnya, aku laki-laki yang masih memandang paras. Bangsat memang, aku bahkan membenci isi kepalaku sendiri. Sudah sekian masa kita saling mengenal, saling bertukar cerita. Tapi sedikitpun aku belum ada hasrat untuk memilikimu.

Apa aku sudah mati rasa? Entahlah.

Terakhir sebagai pesan untukmu, jika nanti akhirnya kita menyerah, entah sebab aku yang terus menerus tidak ada hasrat, atau sebab kamu yang lelah menunggu kepastian. Silahkan benci aku, bahkan aku pun membenci diriku sendiri. Sebab nyatanya pengalaman panjang dalam asmara justru merusak akal sehatku. Aku yakin, aku telah memperoleh emas, namun sangat mungkin melepaskannya hanya karena tergiur batu kali.

Semarang, 6 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b