Langsung ke konten utama

Nguri-uri




Seperti biasa, selepas bangun subuh kusempatkan mengecek ponsel terlebih dahulu. Aku matikan mode pesawat dan menyalakan data seluler. Klenting, suara notifikasi pesan masuk di WhatsApp. Memang lebih banyak pesan WhatsApp Grub, namun tetap ada pesan pribadi walau bisa dihitung jari.

Di urutan teratas ada pesan dari Ketum, atau lebih tepatnya kawan sekaligus junior di organisasi. Katanya sih mau berangkat forum training dan lagi butuh support materiil. Seusai baca pesan, tanpa pikir panjang langsung kubalas “Siap, ane usahakan nanti”. Ini bukan karena baru bangun tidur dan belum sadar yah, seolah mengiyakan tanpa pertimbangan. Tapi memang sedari awal, eh entah sedari kapan, sudah tertanam dalam diri untuk senantiasa siap membantu materiil demi perkaderan organisasi. Wkwk berlebihan sih ini. But, it's no problem.

Akan ada jalan unik bagi mereka yang berniat baik.

Selalu ada alasan menarik mengapa senior berbuat baik.

Hehe… aku tidak pernah mempertimbangkan entah nantinya dia mau menghidupi atau sebatas memanfaatkan organisasi. Tidak pula ada rasa menyesal jika dia memilih vakum dari organisasi. Sebab kemauan dia untuk berangkat training saja itu sudah cukup mulia, banget, serius. Aku bangga jika ada junior yang mau berangkat forum training, butuh motivasi kuat loh itu, jarang yang punya tekad begitu. Sampai aku kampanyekan jauh-jauh hari, kalau memang ada yang berniat berangkat bisa segera menghubungi. Siapa tahu pas aku ada rejeki, bisa bantu tambahan materiil.

Kalau ditanya, mengapa? lah kok mau?

Aku pribadi lebih suka menamakan ini sebagai balas budi, apa yang aku terima itu yang aku beri. Karena saat aku berangkat forum training pun banyak yang memberi. Saat itu aku kurang tahu apa motivasi mereka. Senior ngasih, komisariat ngasih, ketum secara pribadi juga ngasih. Aku masih ingat, ketum waktu itu ngasih memakai uang bayaran catering, dia sengaja nyari job catering demi bisa ngasih ongkos buat aku berangkat ke Jakarta. Wow… mengapa? lah kok mau? Mungkin ketumku kalau ditanya juga njawabnya akan seperti ini, "aku pribadi lebih suka menamakan ini sebagai balas budi, apa yang aku terima itu yang aku beri. Karena saat aku berangkat forum training pun banyak yang memberi."

I think, this is the meaning of siklus organisasi, saling berbagi saling menghidupi. Semacam sudah menjadi tanggung jawab organisasi.

Membicarakan tentang masalah ini kurang afdhol rasanya kalau tidak bercerita bagaimana proses berkaderku di organisasi.

Bagaimana akhirnya aku memutuskan diri untuk berangkat LK 2, memilih tema, membuat makalah, mencari referensi, mempelajari berbagai materi?

Bagaimana akhirnya aku menjadi termotivasi melanjutkan perkaderan ke jenjang SC, Senior Course?

Semua atas dorongan senior, adek, dan kawan-kawan organisasi. Basicnya memang semenjak SMP sudah suka organisasi, cuma belum pernah membayangkan ikut training nasional, di luar kota, dan berhari-hari. Jadi semangat berorganisasi di kampus ya ala kadarnya. Nah mungkin, ini mungkin loh yah, kawan-kawan menilaiku sayang kalau tidak melanjutkan ke jenjang training perkaderan berikutnya. Mungkin motifnya itu, sampai hampir setiap ngumpul organisasi yang disinggung cuma... kapan berangkat LK 2, Bang? Kipin biringkit ilki dii, Bing? Heleh.

Kode yang paling keras sih kalau sudah ada yang japri, isinya cuma kirim file “Proposal LK2”. Ampun dah ini orang.

Pun sama waktu awal aku memutuskan berangkat SC. Kalau ini yang agak kurang ajar junior sih. Diawali dari Januari 2018, PA Cabang dan Ketum BPL ngajak ketemu, aku diminta menjadi koordinator OC untuk forum Senior Course di Semarang. Aku ajak kawan-kawan sekaligus adek-adek untuk ikut jadi panitia. Nah selama kepanitian berlangsung, mereka suka iseng nanya dengan nada ngejek,

Lah Bang Hadi sih kapan?”

“Bang, dia udah SC loh, Bang Hadi kapan?”

“Bang, Jogja bulan depan ada SC tuh!”

“Bang, daftar Jakpustara aja!”  

Hmmm… kurang lebih begitulah ejekan-ejekan atas nama perkaderan.

Kembali ke poin awal, tentang konsekuensi logis perkaderan.

Mereka yang mendalami perannya di organisasi akan merasakan ruhnya organisasi. Mereka yang berkader dan besar di organisasi akan memiliki tanggung jawab besar pula. Minimal untuk melanjutkan tren positif perkaderan. Aku memang belum menjadi orang besar, tapi sudah cukup merasakan bagaimana seharusnya aku turut berperan dalam perkaderan organisasi, ikut andil menghidupi organisasi.

Kesadaran ini sudah selayaknya ditanamkan pada diri kita semua, bahwa jantungnya organisasi adalah perkaderan.

Aku bangga turut serta dalam perkaderan organisasi.

Aku bangga, meskipun akhir-akhir ini kebanggaanku banyak dicemari. Entah mau dibawa ke mana organisasi ini? Kawan-kawan yang terlihat punya niatan suci malah tega menodai konstitusi. Egonya tinggi, merasa paling benar sendiri.

Eh by the way, termasuk dia yang tengah malam ngechat aku juga. Nah bahkan kepada orang yang sudah mencemari kebanggaanku pun masih aku support untuk perkaderan. Kok bisa yah sebuah organisasi mengajarkan nilai-nilai ini, tentang mensupport orang yang bahkan telah merusak dan membuat gaduh rumahku sendiri.

Aku tidak pernah mendapat seminar tentang materi ini. Bagaimana menampilkan ekspresi cinta pada organisasi. Kehidupanlah yang kemudian mengajarkan bahwa harus selalu ada yang mengambil peran tanpa mengharapkan balasan. Sekian.

 

Semarang, 11 Maret 2022.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b