Langsung ke konten utama

Ibuku Sayang Ibuku Malang

 

Buat kita-kita yang masih sering ngremehin ibu. Stop uy.

Semasa SD, ibu menyuruh kita sekolah dan belajar yang rajin. Kita malah malas-malasan dan asyik bermain, karena kita menganggap belajar itu membosankan. Di balik itu, ibu tahu hinanya diremehkan sebab tidak berpendidikan, ibu tahu lelahnya mencari kerja tanpa ijazah dan pengetahuan.

Semasa SMP, ibu sering menyuruh kita untuk membeli bumbu dapur, minyak, kerupuk, obat nyamuk, dan kebutuhan lainnya. Kita malah bermuka masam, seolah tidak suka diberi perintah. Kita menyalahkan ibu, kenapa selalu kita yang diperintah padahal ada kakak dan adik. Di balik itu, ibu sedang mengajarkan kita untuk terbiasa bekerja keras. Sebab, ibu tahu masa depan kita belum pasti. Ibu khawatir kita tidak mampu melawan kerasnya hidup. Kita tidak tahu, perlakuan ini juga sudah dirasakan kakak kita, sedang pada adik kita hanya menunggu gilirannya.

Semasa remaja, ibu melarang kita berpacaran, ibu juga melarang kita pulang malam. Kita merasa ibu tidak mengerti perasaan dan keinginan kaum remaja. Bukan ibu tidak mengerti, bukan. Justru karena ibu sangat mengerti, sehingga menjadikannya khawatir dengan pergaulan kita. Ibu tidak ingin terjadi hal-hal buruk pada kita. Ibu begitu mengharapkan masa depan yang baik untuk kita.

Di usia nikah, ibu menyuruh kita mencari pasangan yang mapan (kaya). Kita malah nge-cap ibu matre. Padahal ibu begitu paham rasanya menjadi orang miskin, dan serba kesusahan. Kita malah ngotot dengan pilihan kita atas dasar cinta. Di balik itu, ibu tahu bahwa kemiskinan rawan pertikaian. Ibu tahu "cinta" yang kita banggakan-banggakan seringkali palsu.

"Ah ibu nggak asyik, maunya menang sendiri."

"Tapi kita sudah dewasa, kita tahu mana yang terbaik untuk kita."

Sek toh, ojo rumongso biso, bisoho rumongso...

 

"Ah ibu nggak asyik, maunya menang sendiri."

Eh tahu tidak, semasa remaja ibu juga pernah ngomong gitu ke nenek. Makanya sekarang ibu lakuin hal yang sama ke kita. Bukan ibu dendam, sama sekali bukan. Hanya saja ibu baru menyadari, apa yang dulu nenek ajarkan dan nasihatkan kepadanya adalah sebuah kebenaran. Sekarang, ibu berusaha meyakinkan kita tentang kebenaran ajaran itu. Ibu tidak mau kita menyesal di kemudian hari, seperti yang ibu alami sekarang.

Ibu meminta anak perempuannya untuk mencuci perabotan dan belajar memasak. Bukan karena ibu sudah malas mencuci dan memasak, bukan. Hanya saja ibu sedang mempersiapkan anaknya menjadi perempuan yang layak dijadikan istri.

Ibu meminta anak laki-lakinya untuk merantau. Bukan karena ibu bosan melihat anaknya di rumah, bukan. Sungguh dengan berat hati ibu harus melepasnya pergi. Ibu tidak ingin anak laki-lakinya menjadi pecundang dan terus menerus bergantung pada orang tuanya. Ibu ingin anaknya mandiri dan cukup mampu jika pada masanya ditunjuk menjadi kepala keluarga.

"Tapi kita sudah dewasa, kita tahu mana yang terbaik untuk kita."

Ibu meminta kita untuk segera menikah di usia 25, tapi kita menganggap ini sudah bukan urusannya. Bukan semata-mata ibu ingin segera menggendong cucu, bukan. Ibu hanya khawatir usia kita terpaut jauh dengan anak pertama kita nantinya. Sehingga kita tidak cukup usia untuk mempertimbangkan calon menantu, serta tidak cukup tenaga untuk menggendong cucu. Bagaimana, ternyata sejauh itu ibu memikirkan masa depan kita.

Ibu kurang sepakat jika mendapat menantu terlalu jauh. Bukan karena ibu takut kehilangan kita, Bukan. Ibu hanya khawatir nantinya kita menyesal, sebab tidak bisa berbhakti di penghujung hayatnya. Atau jika kita memilih tinggal di dekat rumah ibu, kita tidak bisa menemani pasangan kita berbhakti pada ibunya.

Akhirnya, jika ada perbedaan pandangan, maka sampaikan. Kita beri alasan, ibu akan mendengarkan. Lalu bergantian, ijinkan ibu memberi penjelasan. Mengertilah, ibu tidak akan memaksaan jika kita cukup meyakinkan.

Sungguh membahas tentang ibu tidak akan ada habisnya. Dari saya sekian, silahkan dilanjutkan!

 

Semarang, 17 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b