Langsung ke konten utama

Berkaca Pada Berita

 Sumpah capek !!!

Aku sedikit trauma selepas baca berita tentang guru agama di Batang yang mencabuli 35 muridnya. BANGS*T.

Mungkin kasus serupa sudah banyak belakangan ini, pengasuh cabul, guru cabul, ustadz cabul, dan berbagai karakter cabul di lingkungan lainnya.

Modus pada kasus kali ini yang makin menjadikanku trauma dan sedikit khawatir. Dengan dalih tes kedewasaan sebagai rangkaian proses seleksi OSIS, Si Bangs*t ini melancarkan niat bejatnya, mencabuli muridnya, bahkan tega menyetubuhi 10 korban di antaranya. Lokasinya pun tak kalah miris, aksi bejatnya dilakukan masih di lingkungan sekolah, mulai dari ruang OSIS, ruang kelas, hingga gudang mushola.



Aku menulis ini dengan suasana hati berantakan tak karuan. Sedih, marah, takut, dan frustasi bercampur semua. Sesekali mengelus kening hingga menjambak rambut.

Bukan kenapa, aku dengan Si Bangs*t ini ada sedikit kesamaan peran di lingkungan sekolah, sama-sama sebagai guru agama dan pembina OSIS.

Ya Allah, jaga hamba…

Rasanya pengin melepas diri dari jabatan ini. Bagiku, tak mengapa menjadi guru biasa-biasa saja. Sumpah, makin ke sini makin sadar bahwa setiap jabatan di dunia ini hanya akan menjadi cobaan, ujian keimanan. Karena aku merasa dalam beberapa situasi dan kondisi bisa saja aku terpancing untuk melakukan hal sebangs*t itu. Terlalu banyak aktivitas bersama yang bisa saja mengarah ke ranah bahaya.

Aku kembali mengusap kening, hingga merusak tatanan rambut. Kali ini aku benar-benar khawatir. Apa baiknya aku perlahan mengurangi intensitas berkumpul dengan mereka yah?

Pagi ini saja aku tidak ikut jenguk bayi bersama guru lainnya, hanya karena berusaha menemani dan memantau OSIS yang sedang acara. Siang nanti pun sama, aku dan sebagian pengurus punya rencana main badminton bersama.

Aku kini masuk usia menikah, hormon seks pun tentu bertambah. Lalu apa? Entahlah, aku benar-benar mengkhawatirkan semuanya.

Aku awalnya berusaha untuk tidak mencela, karena sadar, barangkali godaan Si Bangs*t ini lebih terang dan nyata. Aku di sini belum ada apa-apanya. Tapi misalpun aku tidak mencela, bukankah itu sama halnya aku merestui perbuatan bejatnya. Bangs*t tetaplah bangs*t.

Sudah yah, aku masih sedikit trauma mengetahui beritanya.

 

Akhirnya,

“(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” dia (Ibrahim) menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS. Al Baqarah: 131)

 

Ya Allah, hamba benar-benar berserah diri.

Segala takdir baik buruk ada hikmahnya, semoga Engkau berkenan untuk sesantiasa menjaga hamba. Aamiin.

 

Semarang, 10 September 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b