Langsung ke konten utama

Ghosting

 


“Bacot Lu!” ungkapnya mengkahiri obrolan di tengah-tengah keramaian angkringan lesehan Arista, Pamularsih.

Aku yang tak terbiasa dengan ucapan kasar hanya menunduk terdiam. Memang bukan seluruhnya salah Amel, sapaan akrabnya. Sangat wajar jika dia akhirnya mengumpat ucapan kasar di hadapanku. Salahku, sedari awal menawarkan hal-hal baik baginya. Dari mulai menjadi teman bercerita, teman bersukaria, dan teman berbagi cita. Kami banyak kesamaan dalam segala hal. Barangkali ini yang kemudian ditangkap Amel berlebihan. Aku mewanti-wanti sejak awal pertemuan, mohon jangan libatkan perasaan.

Panjang lebar aku berusaha menjelaskan, perlahan penuh pertimbangan, bahwa hubungan ini sudah berlebihan, aku tidak bisa melanjutkan.

“Tapi aku terlanjur nyaman, Bi” lirih Amel sembari menyela tetesan air matanya.

Aku masih saja terdiam, berusaha menangkap semua yang telah dia utarakan. Aku tak menyangka, sudah sejauh ini terlibat dalam alur kisahnya. Sesaat aku coba mengenang dua bulan ke belakang, saat di mana dia sedang jatuh-jatuhnya dan aku tanpa sengaja menyelinap menjadi penopang bahunya. Aku menyadari, memang tak semestinya aku bersikap berlebihan, khawatir jika dinilai memberi harapan.

Maka dalam benakku, pertemuan kali ini momen yang tepat untuk berpamitan, untuk kembali menjadi teman sebenarnya teman, tanpa melibatkan perasaan.

“Maaf yah,” pamitku.

“Bangsat,” timpalnya.

 

Mengutip sebuah tweet,

Sebaik apapun cara kamu berpamitan, perpisahan tetaplah menyakitkan.

- Tere Liye

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b