Langsung ke konten utama

Pergeseran Prinsip

Senin, 23 Agustus 2021 muncul notifikasi dari facebook tentang kenangan postingan pada 6 tahun yang lalu. Sebenarnya postingan seperti biasa, tidak ada yang terlalu special. Namun ketika aku cermati ternyata ada sebuah tata nilai yang bisa aku jadikan pelajaran untuk hari ini.

Pada status tersebut aku menuliskan tentang keyakinan hidup. Ada pergeseran makna, ada pergeseran prinsip, ada pergeseran cara pandang terhadap kehidupan antara kurun waktu 6 tahun silam hingga sekarang. Banyak perubahan yang cukup mendasar. Dulu, hidup modalnya cukup dengan kemantapan hati, doa, dan tawakal. Ada masalah dikit atau punya satu keinginan, tinggal amalin ini, baca itu, dan segala macam cara yang mendekat ke Allah. Penuh keyakinan bahwa Allah mengatur segala urusan hamba-Nya bahkan hingga yang kita anggap sepele. Daun jatuh ke bumi tidak terlepas dari kehendak-Nya. Bagaimana dengan sekarang? Hidupnya dipenuhi dengan keragu-raguan, keputusasaan, dan ketakutan. Bekerja karena tahu bahwa itu satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup, harus berhemat jika ingin mengumpulkan modal. Hilang Allahnya, seolah-olah suksesnya hidup semata-mata karena usaha manusia, melupakan peran Allah di dalamnya. Rasa-rasanya seperti ada yang kurang, ilmu ditinggikan bukan untuk meningkatkan iman, tapi justru untuk melemahkan iman.

(sek break bentar subuhan)

Oke lanjut.

Ini barangkali tentang realistis atau tidak. Kita eh aku sering ngomong ke diri sendiri, realistis saja deh. Aku mikirnya yang nyata-nyata, yang pada umumnya. Padahal di dunia ini tidak semuanya nyata, ada hal-hal ghaib (rahasia) di sekitar kita. Bahkan, bisa dibilang lebih banyak yang ghaib ketimbang yang nyata. Banyak hal-hal yang mustahil terjadi kalau bicara soal realistis, tapi toh nyatanya terjadi. Tukang bubur naik haji, misalnya. Hahahahaha. Apalagi kalau bicara tentang kuasanya Allah. Kita sudah banyak tahu tentang mukjizat para nabi, laut terbelah, banjir besar, ditelan paus, dan segala macamnya. Kita juga sering dengar kabar karomah wali, teleport dari Mekah ke Jawa, sholat di atas awan, menghidupkan tulang-tulang ayam, ah banyak kiranya. Tapi barangkali karena kejadian-kejadian itu banyak terjadinya di masa lampau, masa sekarang mungkin berbeda. Ada lumuran dosa yang menghalagi keajaiban-keajaiban illahi. Eh lah kok aku malah nge-judge, bukannya semua kehendak Allah yah. Kalau Allah mau, yang hina bisa jadi mulia, atau sebaliknya yang tinggi bisa jatuh seketika. Kita yang kiranya banyak bermaksiat siapa tahu Allah muliakan kita dengan hidayah-Nya. Aamiin.

Sudah yah, lagi banyak tugas sekolah.

Banyumanik, 25 Agustus 2021 Pukul 08.33 WIB


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b