Pagi itu Nor
kembali meneguk segelas teh tawar. Dengan ditemani secarik kertas lusuh
bertuliskan pesan
cinta dari Loya
menjelang keberangkatannya ke Jakarta. Nor mencoba menguatkan diri
sendiri “sudah yakinkah
jalanmu untuk ke sana, Loy?” Namun ah
entahlah, nampaknya Loya selalu acuh akan
pesannya. Langkah Loya
tetap tegak seakan memberi jawaban kepada Nor
bahwa keputusannya telah bulat. Nor
kembali meneguk teh beraroma melati itu, selepasnya dia kembali melamun. Memorinya semakin jauh ke belakang, saat bibir mungil kekasihnya itu mengeluarkan ungkapan manis “Mas, aku
janji gak bakal ninggalin kamu”. Bulshit…
Tiga bulan sebelumnya, Loya datang menemuinya di belakang rumah. Iya benar, memang hubungan mereka
tanpa sepengetahuan keluarga. Mereka masih mencoba
menutupi kemesraan di depan orang lain.
“Mas, aku besok jadi berangkat ke
Jakarta bareng Dina, pamit yah?” ucap Loya
membuka obrolan.
“Hem, yah mau gimana lagi, keputusanmu
udah bulat yah De?” jawab Nor dengan mimik sedikit cemberut.
“Iya Mas, Ade gak mungkin di rumah
terus, kasian Bapak gak ada yang bantu nyari duit” wajahnya memelas mengartikan
permohonan maafnya.
“Tapi kan…”
“Gak ada tapi-tapian Mas, ya udah Mas aku pulang dulu, gak enak kalo ada
yang liat, semlikum” pamitnya menutup perbincangan.
“Ya udah deh, aku bisa apa… jaga diri
jaga hati yah De, hehe… kumsalam” jawab Nor sok tegar.
“Iye iye, Mas juga yah.. inget ada Ade
di sini.. daaaaah” ucap Loya sambil menunjuk dada Nor.
Sore itu Loya
terlihat sangat cantik di mata Nor, entah mungkin
efek mau berpisah kali yah. Tanpa sadar air mata Nor terjatuh, dia
terlalu takut kehilangan sosok yang terlanjur nyaman di hatinya itu.
Hari demi hari dia lewati sebagaimana
biasanya. Terlebih statusnya sebagai mahasiswa di salah satu kampus
ternama di daerahnya itu. Kuliah
berangkat pagi pulang sore, sesekali juga pulang larut
malam. Namun lama kelamaan terasa ada yang berbeda,
pagi yang biasanya dia lihat Loya
mengantar adiknya sekolah, kini tidak lagi. Malam yang biasanya mereka asyik chatingan, kini entah, dia hanya berpikir mungkin Loya
lelah seharian bekerja. Akhir-akhir ini
komunikasi mereka juga mulai jarang.
“Pagi Sayank…” Nor mencoba mengawali perbincangan di WA
Sepuluh menit… dua puluh menit… satu
jam… lima jam… “klenting…” suara hp Nor
berbunyi.
“Ah.. sialan si Fatma, aku kira Loya” batinnya.
Tak lama berselang “klenting” ada pesan
masuk lagi, dia buru-buru membukanya. Eh bener yang
ditunggu
seharian itu nongol juga.
“Pagi,,, eh siang juga Sayank…” balas Loya tanpa sedikitpun kalimat maaf.
“Kemana aja Say…?” tanya Nor.
“Biasa nih, baru bangun, abis ngesift
tadi malem, sory yah baru bales.” Jawab Loya
santai.
“Iya gak papa kok, pasti cape yah?... eh
gimana kabar Bapak di sana De?” balas Nor penuh
perhatian.
“Iya nih capek, Bapak sehat alhamdulillah.. eh udah dulu yah Mas, aku mau mandi”
pesan Loya menutup obrolan.
“Iya De, mandi dulu sana, gampang
dilanjut nanti…” jawabnya sok perhatian.
Begitu seterusnya, setiap dia ngechat kekasinya itu selalu dibalas lama, giliran dibalas, Loya gak pernah
nanya balik. Sangat
berbeda dengan Loya ketika masih di rumah.
Hingga suatu ketika terdengar kabar Loya
sudah punya kekasih baru di sana. Memang
seperti ada yang aneh, lalu Nor beranikan diri
bertanya perihal tersebut. Tapi alhasil pesannya
cuma di R. Dia coba telpon tapi tidak diangkat. Nampak Loya
sudah tidak mau berkomunikasi
lagi dengannya. Dia coba
tanya ke teman yang ngasih tau kabar itu, tapi gak berani dijawab. Dia
tanya ke teman yang lain pun sama. Sampai akhirnya Dia melihat status Loya yang menandai salah seorang
cowo. Hemmm dia
punya firasat mungkin cowo itu pengganti posisinya.
Dia pun mencoba membiasakan diri dengan keadaanya saat itu. Berminggu-minggu dia kuliah tanpa gairah.
Beberapa bulan mereka benar-benar lepas kontak. Selama itu pula dia mulai membiasakan diri tanpa semangat dari kekasihnya. Namun hati tak bisa berbohong, dia masih senantiasa mengharapkan kembalinya sang kekasih. Hari-harinya kini disibukkan dengan kegiatan kampus, sengaja
pulang larut malam, agar bisa langsung tidur tanpa harus melamun. Sesekali maen
Ludo King bareng temen-temennya di kampus, touring ke tempat-tempat seru, nongkrong di
kafe sambil ngonsep acara seminar, silaturahmi ke senior organisasi dengan bawa
proposal agenda. Dia mulai nyaman dengan kebersamaan, tapi
tak bisa dipungkiri di saat sendiri ada saja bayangan tentang Loya di benaknya.
“Ah kau ini, apa kabar di sana?” batinnya menutup lamunan.
Dia membayangkan di hari ultahnya Loya hadir dan
seperti biasanya memberikan surprise. Benar saja, sehari sebelum hari ultahnya, Loya pulang diantar seorang lelaki dengan
mobil sedan hitam. Lalu paginya Loya
datang ke rumahnya
dengan muka
berseri-seri.
Nor tiba-tiba merasa begitu bahagia, mungkin karena rindu yang selama ini dia
pendam, sekarang sudah dapat terobati. Dia kembali merasa hari ulang tahunnya
begitu istimewa. Namun bahagia itu tak berselang lama, Loya tiba-tiba menyodorkan sebuah surat yang mungkin
tak seorangpun bersedia menerimanya. Sulit dibayangkan
memang akan secepat ini.
“Maaf yah Mas, Ade tau Mas
pasti marah sama Ade, Ade tiba-tiba menghilang, Ade terpaksa gak bales chatmu Mas, Ade cuma pengin Mas terbiasa dengan keadaan seperti ini, dan sekarang Mas
juga harus nerima, mungkin takdir kita memang berbeda, orangtua Ade udah
milihin calon buat Ade... Ade yakin Tuhan akan beri pengganti yang terbaik buat Mas, eh iya Mas ini, datang yah minggu depan…” ungkap Loya dengan suara yang
khas, menjelaskan ini itu.
Nor cuma tersenyum dengan sedikit paksaan, mungkin Loya maksud akan isi hatinya.
“De, kamu lupa ini hari apa?”
Nor mencoba tegar seraya mengalihkan pembicaraan.
“Hemmm, hari Sabtu Mas, kenapa
emang?” jawabnya polos
“Tanggal berapa?”
“Eeeeeh sory Mas lupa, iya...
selamat ulang tahun yah Mas, semoga apa yang jadi harapan Mas selama ini jadi
kenyataan” doa Loya mencoba menghibur Nor.
“Makasih atas semuanya, makasih
juga atas kado terindahnya, iya surat undangan itu... sudah sana pulanglah,
persiapkan hari spesial kalian dengan baik, karena berdiam di sini pun tak akan
mampu mengobati rasa rinduku, haha... mencintaimu haruskah seasyik ini? I love
you Loya”
Nor tersadar dari lamunannya, dia kembali meneguk teh pagi yang sudah tak hangat lagi. Nor biarkan surat cinta ini bersanding dengan surat undangan pernikahan mantan kekasihnya. Kini, dia merasa cukup jadi gelas penopangnya. Sekuat apapun ikhtiar, ia takkan mampu merobohkan benteng takdir. Sekian....
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusJangan nangis jangan nangis🤭
BalasHapushealah pernah mampir ke sini toh,,
Hapus