Langsung ke konten utama

7 KALI BARU KELUAR

Semangat pagi itu aku awali dengan bangun dari subuh. Selepas sujud panjang kulanjutkan membuka lembaran-lembaran yang bertuliskan aksara arab. Sebab bagiku setiap kalimat itu mengandung kedamaian yang begitu dalam, tanpa harus tau maknanya. Bagiku pola bacaan itu menuntun suaraku menjadi terasa syahdu. Sedang di luar rumah terdengar suara air gerimis ditambah angin sepoi-sepoi yang membawaku hanyut pada suasana damai pagi itu. Menjelang mentari terbit aku baru tersadar, minggu pagi itu aku dan empat kawanku punya janji, menjadi panitia pernikahan. Segera aku rampungkan bacaanku lalu bergegas mengambil peralatan mandi. Hufht, lagi-lagi harus antri. Seperti biasa, di asrama sudah dipastikan ada antrian mandi setiap pagi. Ah sudahlah, aku terpaksa mandi di luar. Dengan celana kolor pulkadot, aku nyaman menyiram seluruh tubuhku dengan sedikit tarian. Gosok sini gosok sana udah kayak balsem Geliga aja. Pas hotnya. Wkwkwkwk

"Iiih Bang Nor jijay... ga malu apa Bang, ada santri-satri baru juga" komen Alom, salah seorang santri senior.

"Apaan sih, cuma kek ini juga, biasanya Koh juga lebih hot, ane pernah liat tuh, Koh gak pake apa-apa, eh yang digosok-gosok malah anunya. hahaha" jawabku seceplosnya aja.

"Astaghfirullah, kapan aku mandi di luar kek gitu ponyokkkk?" jawabnya marah.

"Sapa yang bilang di luar, ane ngintip weeeeeeekkkkk" ledekku menyulut emosi.

"Alah mbuh" jawabnya ketus dengan rona wajah tersipu malu.

 Ah sudahlah, pagi itu selepas mandi aku bergegas naik ke lantai dua, menuju kamar santri dengan rentetan lemari yang seragam. Kubuka lemari dan langsung kukeluarkan celana favoritku, jeans abu-abu dengan warna sedikit kusam. Selesai berdandan aku langsung berjalan keluar. Di ruang tengah langkahku terhenti, melihat kawan-kawanku bercelana hitam.

"Loh Bang, kok pake abu-abu, disuruh pake celana item loh.." kritik Ungil.

Tanpa menjawab dan tanpa pikir panjang aku kembali dan mencari celana hitamku. Wah gawat celana hitamku ternyata sobek, mau tidak mau harus pinjam ini mah.

''Bay, punya celana item? pinjem dong...'' tanyaku pada Bayo.

''Hemmm... mo dipake Bang, buat catering'' jawabnya.

''Tam, ini celana itemmu, ane pinjem yah?'' giliran aku bertanya ke Tama, kebetulan dia duduk di samping Bayo dan celananya menggantung di dekat lemariku.

''Bawa aja Bang'' jawabnya santai.

Alhamdulillah, akhirnya dapat juga. Tanpa pikir panjang aku langsung memawakainya. Tapi ternyata celananya kurang nyaman waktu aku pakai, pinggangnya terasa sempit banget, apalagi pas aku jongkok, wah udah kaya mau sobek. Lalu aku lepas celana Tama dan mengganti dengan celana Ayiz. Kalau sama kawan yang satu ini aku tak perlu ijin. Kita sudah biasa saling pakai barang tanpa ijin dan  tanpa sepengetahuan satu sama lain. Setelah aku pakai, terasa nyaman juga celana jeans hitam Ayis. Tapi nyaman bagiku belum tentu nyaman bagi orang lain.

''Hahaha... celana kucel gitu mau dipake Bang, ingetloh ini pernikahan, bukan konser metal, gak malu apa Bang'' celoteh Tama mengritik penampilanku.

Malas menjawab, aku langsung mengaca dan benar saja seperti ada yang kurang. Lalu aku lanjut meminjam di teman yang lain. Punya Ata sudah pas dipakai tapi cutbray (bawahnya lebih longgar) kayak Alm. Elvis Presley. Wkwkwkw lucu juga,  aku tidak begitu suka. Lalu aku meminjam di Zunal. Kali ini bukan bawahnya saja yang longgar, tapi semuanya. Lagian badan Zunal juga tinggi besar mau dibandingin dengan aku yang kurus pendek kayak begini. Kanclep, kelelep, ah apalagi istilah yang tepat untuk ini. Pinjam punya Yogo, sama saja kasusnya dengan celana punya Tama, terlalu sempit di bagian pinggang.

''Pantatmu kebesaran sih Bang, kek cewe aja, uhuyyyyy bahenol, mau dong.. wkwkwk'' koment Tama yang mulai tidak nyaman dengan polahku, gonta-ganti sana-sini.

''Ribet banget sih lu Bang, tadi sok nggugup-nggugupin kita, sekarang eeeeeh malah paling akhir sendiri, kita udah siap nih'' Aang ikut menimpali.

''Iya sabar dikit napa, ini loh ane belum dapet celana yang pas'' jawabku gugup.

Timbang pusing, aku ambil celana punya Ayiz tadi, lalu aku setrika biar tidak kelihatan kucel banget. Aku pakai dan siap berangkat, tapi masih saja banyak nyeletuk inilah, itulah.

''Timbang kucel gitu, jelek banget Bang sumpah, gak mecing sama bajunya.. mending pinjem punya yang lain, ituloh Akmil keknya sering pake celana item'' saran Nujab.

''Iya Bang, iniloh punyaku bawa aja'' Akmil menaggapi

''Ya udah sini ane coba, kalo gak pas juga, udah aku tinggal aja... wkwkwk jangan ding... pake cutbray gak papa wis'' jawabku enteng.

Langsung aku pakai celana hitam punya Akmil. Alhamdulillah, akhirnya pas juga, tapi... tidak ada tapi-tapian sih, sudah pas kok pemirsa. hehehe...

''Yeeeee... we are the champions... akhirnya bisa keluar juga, yukkk cap cus...'' ekspresi bahagiaku.

Molor lima belas menit, akhirnya kita bisa berangkat juga ke pesta pernikahan. Pertandingan ini ternyata tidak mudah, harus melewati tujuh kali rotasi celana untuk bisa goal. hahaha.... Sekian.

(Ditulis di BI sepulang acara pernikahan putri Pak Dahlan AR)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b