Langsung ke konten utama

MEA, biasa saja

Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah dimulai sejak Desember 2015 kemarin. Masyarakat Indonesia tak perlu cemas. Toh, kebebasan arus barang sudah terjadi di beberapa tahun terakhir ini. Komitmen-komitmen MEA sudah dijalanankan, bahkan pelaksanaanya telah mencapai 85%.  Jadi apa yang perlu ditakutkan?.

Persiapan Indonesia sendiri dalam menghadapi MEA sudah 88%. Sisanya 12% itu sektor jasa,terlebih jasa profesi. Salah satunya adalah profesi dokter,meskipun telah memperoleh sertifikat IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang sudah diakui di negara ASEAN, namun tetap saja dokter Indonesia harus mengikuti tes lanjutan sesuai permintaan negara setempat dan sebaliknya.

Dalam menghadapi MEA Indonesia bisa dikatakan sudah siap hanya saja belum ideal. Ada beberapa permasalahan yang menjadi kendala bangsa ini, baik dengan atau tanpa adanya MEA. Permasalahan itu antara lain soal infrastruktur, keahlian tenaga kerja, energi, serta kemudahan berbisnis. Dalam hal ini, Pemerintah telah memberikan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan nasional. Ada dua pertimbangan dalam hal ini mengenai sektor perdagangan. Pertama, mendorong supaya perdagangan surplus, ekspor harus lebih besar dari impor. Kedua, pasar dalam negeri yang berkembang harus diisi oleh produk-produk yang berasal dari dalam negeri.

Dalam menghadapi MEA Indonesia masih mengandalkan 3 sektor. Pertama,sektor sumber daya alam. Kuncinya adalah harus meningkatkan nilai tambah, jadi jangan sampai menjual barang mentah.
Kedua, consumer products. Kenapa? Karena pasar kita yang begitu besar, maka harus mampu menjadi basis produksi. Ketiga, adalah ekonomi kreatif yang kini jumlahnya semakin banyak. Di seluruh dunia,creative player jumlahnya tidak lebih dari 5%. Maka 5% dari 250 juta penduduk Indonesia, yakni sekitar 10-15 juta orang, harus diberdayakan melalui institusi dan infrastruktur yang memadai.

Kata siapa MEA merugikan UKM? justru sebaliknya, MEA malah menguntungkan bagi pelaku UKM di Indonesia. Mengapa? karena nantinya akan banyak permintaan barang-barang limited(terbatas). Dari permintaan itu akan membantu bisnis UKM dalam menghasilkan produk yang tidak seragam atau eksklusif. Dibantu lagi dengan maraknya e-commerce yang memfasilitasi UKM ke pasar yang lebih luas.

Dengan adanya MEA ini,Pelaku bisnis Indonesia dituntut untuk berani unjuk gigi di pasar internasional. Inilah yang kurang dari perusahaan asal Indonesia dimana mereka hanya berkarier di Tanah Air(hanya jago kandang). Kita harus "menyerang" bukan "bertahan" artinya kita jangan hanya berbisnis didalam negeri saja karena diluar sana masih banyak ladang bisnis yang bisa digarap pelaku bisnis Indonesia.

Marilah kita semua berani tampil di negeri orang. There is big opportunity market out there.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebagai Pria ...

Bagaimana seharusnya sikap pria kepada wanitanya? Sebagai pria, seringkali kita keliru dalam memberikan perlakuan kepada pasangannya. Beberapa sikap mendasar yang kita anggap benar, bisa jadi merupakan sesuatu yang salah bagi wanita. Kita sering mendengar slogan “wanita selalu benar”, lalu kita menjadikannya seperti bahan olok-olokan. Sedikit berlebihan memang, sebab sangat mungkin jika sebenarnya memang kita -sebagai pria- yang salah. Kita seringkali tidak menyadari telah berbuat keliru terhadap pasangannya. Maka dalam kesempatan ini, sepertinya menarik untuk mengulas sedikit tentang bagaimana seharusnya sikap pria terhadap wanitanya. Inilah beberapa sikap yang seharusnya pria berikan kepada wanitanya: 1.     Jangan menjelaskan, tapi meminta maaf Yups, kalau kita punya salah atau dianggap salah sama pasangan kita, tidak perlu banyak menjelaskan ini itu, it’s percuma. Ketika doi sedang marah, akan susah untuk mau menerima penjelasan kita. Jangankan menerima, mendengarkan saja ras

Miskin Adalah Privilege

  “Miskin adalah privilege”, kalimat yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saat berjalan di halaman sekolah pagi tadi. Hari ini giliranku piket sambut di lobi sekolah. Menyambut kedatangan setiap murid dengan senyum, sapa, dan salam. Seperti biasa, aku dan rekan piketku bercanda ala-ala obrolan laki-laki nakal. Suara tawa kami sengaja ditahan atau dipelankan, bahkan sesekali berubah menjadi senyum om-om yang suka booking tempat karaoke. Berat sekali menjaga pandangan dari para perempuan cantik di sini yang notabene memang dibudayakan untuk saling tegur sapa. Sesekali aku membatin, Ya Allah… astaghfirullah… alhamdulillah… Bingung entah harus beristighfar atau bersyukur, keduanya bisa diucapkan dalam satu waktu. Mata yang cukup sehat untuk memandang keindahan paras makhluk-Nya, yang dalam keyakinanku pun akan berdosa jika dipandang secara berlebihan, lebih-lebih dengan pandangan nafsu. Kembali ke topik awal, miskin adalah privilege. Ya, bagiku miskin adalah privilege dari Allah, karena

Terburu-buru

Kali ini agak santai dikit yah, Sebelumnya thanks sudah mau mampir di blogku. Blog yang aku sendiri sampai sekarang ngerasa kurang berbobot, isinya cuma keluhan-keluhan tentang kehidupan. Sepurone yo. hehe Malam ini aku sehat, dan semoga kalian pun sama. Aamiin.   Sedikit kuawali dengan cerita kemarin lusa. Pulang dari Ngaliyan menuju ke Meteseh, seperti biasa aku bermotoran santai. Berangkat dari Ngaliyan menjelang maghrib . Suasana mulai terasa gelap saat aku memasuki kawasan Undip. Tepat di lampu merah depan Undip Inn arah ke Banjarsari, sesuai dengan aba-aba lampu merah aku pun berhenti. Tidak lama kemudian terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakangku. Rupanya dia ingin menyerobot lampu merah itu. Sejurus kemudian aku geser motorku ke tepi, bermaksud memberi ruang agar dia bisa mendahului. Ah barangkali dia sedang terburu-buru, mungkin ada urusan penting yang sudah menunggu. Husnudzan ku. Tidak lama berselang lampu hijau pun menyala. Aku kembali menancap gas b